Rabu, 29 September 2010

Arti Sahabat

Apakah arti sahabat bagimu? Seberapa pentingkah mereka bagi hidup kita? Dan bagaimanakah cara kita menjaga persahabatan?
Suatu hari pernah ada yang bercerita pada saya tentang sebuah kisah pada jaman rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam . Saya lupa redaksinya dan lupa fokus cerita pada rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam  atau pada salah seorang sahabat (mohon kalau ada yang lebih tahu memberitahukan). Diceritakan bahwa beliau tersebut sangat memuliakan sahabat-sahabatnya dan memperlakukan mereka dengan sedemikian rupa sehingga seolah-olah bagi setiap sahabatnya mereka masing-masing lah yang paling istimewa. Keren ya ^_^
Empat tahun yang lalu, beberapa bulan setelah wisuda-di bulan September, salah seorang sahabat  pernah mengirimi saya  kartu menasehati saya “Jangan pernah melupakan sahabatmu, karena di suatu saat dia bisa jadi salah namun di saat lain dia juga pernah berbuat baik”  (thx ya bu, dikau mungkin sudah lupa, tapi kartunya selalu kusimpan, apalagi nasehatmu itu ^_^) Pun di waktu lain aku mengintip blog seorang teman, katanya ada beberapa sms yang tidak pernah dihapusnya. Salah satunya adalah sms berbunyi : “Apa Kabar Iman ? Semoga selalu melangkah maju. Apa Kabar Hati ? semoga selalu bersih dari kelabu. Apa kabar Cinta? semoga selalu berpeluh rinduNya”. Sms itu juga tidak pernah kuhapus, karena saling menasehati memang keren
Persahabatan,
Suatu saat saya pernah bersepakat bahwa persahabatan juga akan melewati ujian. Sayapun pernah mengalaminya. Dan saya rasa hampir semua orang pernah mengalaminya. Ketika masalah tersebut lewat, kadang saya merasa sedih mungkin ketika hal itu terjadi saya pernah sangat menyakiti sahabat saya, baik itu lewat ucapan, perbuatan, disengaja maupun (merasa) tidak disengaja. Banyak hati yang selembut sutera…
Tapi percayalah, dibalik segala kesalahan, sahabat sejati tak pernah bersungguh-sungguh ingin menyakiti sahabatnya.
Kenapa saya tiba-tiba menuliskan ini? Karena baru-baru ini saya menjumpai kasus 2 orang yang telah bersahabat lama, bertahun-tahun, tiba-tiba bertengkar karena (sedikit) salah paham yang menurut saya sangat besar potensi untuk kembali berbaikan. Namun kemudian ternyata salah satu pihak merasa ‘tidak ingin lagi seperti dulu’ karena di matanya ‘kejadian itu’ sangat terlalu menyakitkan. Sang teman menyakiti hati secara verbal dan bahasa tubuh. Dan kemudian silaturahmi keduanya memburuk walau masih bertegur sapa.
Awalnya saya bingung, bagaimana bisa pertemanan yang telah terjalin begitu lama sampai ke taraf ‘tak bisa baikan lagi’ hanya karena peristiwa sesaat?. Namun kemudian saya sadar, sebagai  ’pihak luar’ saya tidak bisa men-judge apapun, karena bagaimanapun saya tidak pernah benar-benar berada di situasi tersebut.
Peristiwa ini kemudian membuat saya berfikir lama. Menjaga sesuatu memang jauh lebih susah dibanding ketika memulainya.
Tiba-tiba saya teringat sahabat-sahabat saya. Orang-orang yang bagi saya sungguh spesial. Saya yakin, dengan segala ketidak sempurnaan saya, pastilah ada saat-saat dimana saya pernah tersalah, sengaja maupun tidak. Pasti ada.
Tiba-tiba saya teringat sahabat-sahabat saya, yang bagi saya rata-rata memiliki jiwa besar, kelembutan hati, penyayang, penuh empaty, good listener dan merupakan sosok-sosok yang selalu saya cari ketika ingin bertukar fikiran. Walaupun untuk topik-topik yang berbeda-beda. Saya merasa sangaaat bersyukur telah diberi hadiah sahabat-sahabat yang begitu indah.
Ya… bagi saya, sahabat adalah hadiah;
Karena, dibalik segala kekurangan saya mereka masih tetap mau saling bertukar kabar, baik dengan sms-sms, telpon, chatting singkat, saling menasehati, menyemangati, saling berkirim email-email singkat, bahkan email-email panjang yang kadang butuh waktu berhari-hari membalasnya.
Ya… bagi saya, sahabat adalah anugerah;
Karena mereka tak hanya menasehati saya namun saya berharap juga memaafkan saya (semoga). Karena alhamdulillah kami sampai saat ini masih saling bertukar kabar. 

Ya… bagi saya, sahabat adalah amanah;
Karena ternyata butuh penjagaaan yang serius agar tetap indah selamanya. Kembali kepada peristiwa di atas, saat berbincang dengan salah satu dari pihak yang berkonflik tersebut, kemudian banyak sekali hikmah yang kemudian dapat saya peroleh. Hal-hal  ini sekaligus menjadi renungan terhadap hal-hal yang mungkin juga pernah saya langgar ketika berinteraksi dengan sahabat-sahabat saya;
Ketika sahabatmu merasa tersakiti, lekaslah introspeksi diri, mungkin bagimu engkau benar namun baginya hati telah tersakiti. Tidak ada salahnya memulai meminta maaf;
Menjadi seorang sahabat butuh empati, pemahaman terhadap perasaan orang lain;
Menjadi seorang sahabat harus siap menjadi ’a good listener’
Demikianlah dulu. Hatur nuhun untuk teman-teman yang selalu memaafkan kesalahan-kesalahan saya, sehingga sampai detik ini masih senantiasa saling bercerita… Engkau sungguh berharga.
Dan aku selalu percaya bahwa sahabat sejati tidak pernah benar-benar bermaksud menyakiti hati sahabatnya

Sejarah Planet

Sejalan dengan berkembangnya ilmu pengetahuan, pengertian istilah “planet” berubah dari “sesuatu” yang bergerak melintasi langit (relatif terhadap latar belakang bintang-bintang yang “tetap”), menjadi benda yang bergerak mengelilingi Bumi. Ketika model heliosentrik mulai mendominasi pada abad ke-16, planet mulai diterima sebagai “sesuatu” yang mengorbit Matahari, dan Bumi hanyalah sebuah planet. Hingga pertengahan abad ke-19, semua obyek apa pun yang ditemukan mengitari Matahari didaftarkan sebagai planet, dan jumlah “planet” menjadi bertambah dengan cepat di penghujung abad itu.
Selama 1800-an, astronom mulai menyadari bahwa banyak penemuan terbaru tidak mirip dengan planet-planet tradisional. Obyek-obyek seperti Ceres, Pallas dan Vesta, yang telah diklasifikasikan sebagai planet hingga hampir setengah abad, kemudian diklasifikan dengan nama baru "asteroid". Pada titik ini, ketiadaan definisi formal membuat "planet" dipahami sebagai benda 'besar' yang mengorbit Matahari. Tidak ada keperluan untuk menetapkan batas-batas definisi karena ukuran antara asteroid dan planet begitu jauh berbeda, dan banjir penemuan baru tampaknya telah berakhir.
Namun pada abad ke-20, Pluto ditemukan. Setelah pengamatan-pengamatan awal mengarahkan pada dugaan bahwa Pluto berukuran lebih besar dari Bumi, IAU (yang baru saja dibentuk) menerima obyek tersebut sebagai planet. Pemantauan lebih jauh menemukan bahwa obyek tersebut ternyata jauh lebih kecil dari dugaan semula, tetapi karena masih lebih besar daripada semua asteroid yang diketahui, dan tampaknya tidak eksis dalam populasi yang besar, IAU tetap mempertahankan statusnya selama kira-kira 70 tahun.
Pada 1990-an dan awal 2000-an, terjadi banjir penemuan obyek-obyek sejenis Pluto di daerah yang relatif sama. Seperti Ceres dan asteroid-asteroid pada masa sebelumnya, Pluto ditemukan hanya sebagai benda kecil dalam sebuah populasi yang berjumlah ribuan. Semakin banyak astronom yang meminta agar Pluto didefinisi ulang sebagai sebuah planet seiring bertambahnya penemuan obyek-obyek sejenis. Penemuan Eris, sebuah obyek yang lebih masif daripada Pluto, dipublikasikan secara luas sebagai planet kesepuluh, membuat hal ini semakin mengemuka. Akhirnya pada 24 Agustus 2006, berdasarkan pemungutan suara, IAU membuat definisi planet. Jumlah planet dalam Tata Surya berkurang menjadi 8 benda besar yang berhasil “membersihkan lingkungannya” (Merkurius, Venus, Bumi, Mars, Yupiter, Saturnus, Uranus dan Neptunus), dan sebuah kelas baru diciptakan, yaitu planet katai, yang pada awalnya terdiri dari tiga obyek, Ceres, Pluto dan Eris.
Sejarah nama-nama planet
Lima planet terdekat ke Matahari selain Bumi (Merkurius, Venus, Mars, Yupiter dan Saturnus) telah dikenal sejak zaman dahulu karena mereka semua bisa dilihat dengan mata telanjang. Banyak bangsa di dunia ini memiliki nama sendiri untuk masing-masing planet (lihat tabel nama planet di bawah). Pada abad ke-6 SM, bangsa Yunani memberi nama Stilbon (cemerlang) untuk Planet Merkurius, Pyoroeis (berapi) untuk Mars, Phaethon (berkilau) untuk Jupiter, Phainon (Bersinar) untuk Saturnus. Khusus planet Venus memiliki dua nama yaitu Hesperos (bintang sore) dan Phosphoros (pembawa cahaya). Hal ini terjadi karena dahulu planet Venus yang muncul di pagi dan di sore hari dianggap sebagai dua objek yang berbeda.


Pada abad ke-4 SM, Aristoteles memperkenalkan nama-nama dewa dalam mitologi untuk planet-planet ini. Hermes menjadi nama untuk Merkurius, Ares untuk Mars, Zeus untuk Jupiter, Kronos untuk Saturnus dan Aphrodite untuk Venus.
Pada masa selanjutnya di mana kebudayaan Romawi menjadi lebih berjaya dibanding Yunani, semua nama planet dialihkan menjadi nama-nama dewa mereka. Kebetulan dewa-dewa dalam mitologi Yunani mempunyai padanan dalam mitologi Romawi sehingga planet-planet tersebut dinamai dengan nama yang kita kenal sekarang.
Hingga masa sekarang, tradisi penamaan planet menggunakan nama dewa dalam mitologi Romawi masih berlanjut. Namun demikian ketika planet ke-7 ditemukan, planet ini diberi nama Uranus yang merupakan nama dewa Yunani. Dinamakan Uranus karena Uranus adalah ayah dari |Kronos (Saturnus). Mitologi Romawi sendiri tidak memiliki padanan untuk dewa Uranus. Planet ke-8 diberi nama Neptunus, dewa laut dalam mitologi Romawi.

Sejarah Planet


Sejalan dengan berkembangnya ilmu pengetahuan, pengertian istilah “planet” berubah dari “sesuatu” yang bergerak melintasi langit (relatif terhadap latar belakang bintang-bintang yang “tetap”), menjadi benda yang bergerak mengelilingi Bumi. Ketika model heliosentrik mulai mendominasi pada abad ke-16, planet mulai diterima sebagai “sesuatu” yang mengorbit Matahari, dan Bumi hanyalah sebuah planet. Hingga pertengahan abad ke-19, semua obyek apa pun yang ditemukan mengitari Matahari didaftarkan sebagai planet, dan jumlah “planet” menjadi bertambah dengan cepat di penghujung abad itu.
Selama 1800-an, astronom mulai menyadari bahwa banyak penemuan terbaru tidak mirip dengan planet-planet tradisional. Obyek-obyek seperti Ceres, Pallas dan Vesta, yang telah diklasifikasikan sebagai planet hingga hampir setengah abad, kemudian diklasifikan dengan nama baru "asteroid". Pada titik ini, ketiadaan definisi formal membuat "planet" dipahami sebagai benda 'besar' yang mengorbit Matahari. Tidak ada keperluan untuk menetapkan batas-batas definisi karena ukuran antara asteroid dan planet begitu jauh berbeda, dan banjir penemuan baru tampaknya telah berakhir.
Namun pada abad ke-20, Pluto ditemukan. Setelah pengamatan-pengamatan awal mengarahkan pada dugaan bahwa Pluto berukuran lebih besar dari Bumi, IAU (yang baru saja dibentuk) menerima obyek tersebut sebagai planet. Pemantauan lebih jauh menemukan bahwa obyek tersebut ternyata jauh lebih kecil dari dugaan semula, tetapi karena masih lebih besar daripada semua asteroid yang diketahui, dan tampaknya tidak eksis dalam populasi yang besar, IAU tetap mempertahankan statusnya selama kira-kira 70 tahun.
Pada 1990-an dan awal 2000-an, terjadi banjir penemuan obyek-obyek sejenis Pluto di daerah yang relatif sama. Seperti Ceres dan asteroid-asteroid pada masa sebelumnya, Pluto ditemukan hanya sebagai benda kecil dalam sebuah populasi yang berjumlah ribuan. Semakin banyak astronom yang meminta agar Pluto didefinisi ulang sebagai sebuah planet seiring bertambahnya penemuan obyek-obyek sejenis. Penemuan Eris, sebuah obyek yang lebih masif daripada Pluto, dipublikasikan secara luas sebagai planet kesepuluh, membuat hal ini semakin mengemuka. Akhirnya pada 24 Agustus 2006, berdasarkan pemungutan suara, IAU membuat definisi planet. Jumlah planet dalam Tata Surya berkurang menjadi 8 benda besar yang berhasil “membersihkan lingkungannya” (Merkurius, Venus, Bumi, Mars, Yupiter, Saturnus, Uranus dan Neptunus), dan sebuah kelas baru diciptakan, yaitu planet katai, yang pada awalnya terdiri dari tiga obyek, Ceres, Pluto dan Eris.

Sejarah nama-nama planet

Lima planet terdekat ke Matahari selain Bumi (Merkurius, Venus, Mars, Yupiter dan Saturnus) telah dikenal sejak zaman dahulu karena mereka semua bisa dilihat dengan mata telanjang. Banyak bangsa di dunia ini memiliki nama sendiri untuk masing-masing planet (lihat tabel nama planet di bawah). Pada abad ke-6 SM, bangsa Yunani memberi nama Stilbon (cemerlang) untuk Planet Merkurius, Pyoroeis (berapi) untuk Mars, Phaethon (berkilau) untuk Jupiter, Phainon (Bersinar) untuk Saturnus. Khusus planet Venus memiliki dua nama yaitu Hesperos (bintang sore) dan Phosphoros (pembawa cahaya). Hal ini terjadi karena dahulu planet Venus yang muncul di pagi dan di sore hari dianggap sebagai dua objek yang berbeda.



Pada abad ke-4 SM, Aristoteles memperkenalkan nama-nama dewa dalam mitologi untuk planet-planet ini. Hermes menjadi nama untuk Merkurius, Ares untuk Mars, Zeus untuk Jupiter, Kronos untuk Saturnus dan Aphrodite untuk Venus.
Pada masa selanjutnya di mana kebudayaan Romawi menjadi lebih berjaya dibanding Yunani, semua nama planet dialihkan menjadi nama-nama dewa mereka. Kebetulan dewa-dewa dalam mitologi Yunani mempunyai padanan dalam mitologi Romawi sehingga planet-planet tersebut dinamai dengan nama yang kita kenal sekarang.
Hingga masa sekarang, tradisi penamaan planet menggunakan nama dewa dalam mitologi Romawi masih berlanjut. Namun demikian ketika planet ke-7 ditemukan, planet ini diberi nama Uranus yang merupakan nama dewa Yunani. Dinamakan Uranus karena Uranus adalah ayah dari |Kronos (Saturnus). Mitologi Romawi sendiri tidak memiliki padanan untuk dewa Uranus. Planet ke-8 diberi nama Neptunus, dewa laut dalam mitologi Romawi.

Selasa, 28 September 2010

Budaya Berorganisasi di Indonesia

Oke, sesuai dengan yang sudah ditugaskan untuk membahas masalah budaya berorganisasi di indonesia. Maka saya akan mencoba untuk ngebahas masalah ini dari kacamata saya ( caelah ) sebagai mahasiswa.
yap, menurut saya buadaya berogranisasi di indonesia itu sudah sangat melekat di dalam kebudayaan masyarakat kita, bagaimana tidak kalo kita melihat sekeliling kita aja udah banyak sekali organisasi contoh yang paling simpel aja adalah keluarga kita, menurut saya keluarga itu juga sebuah organisasi yah walaupun memang bisa dibilang sedikit anggotanya cuma bapak , ibu, anak..tapi mereka punya satu tujuan yang sama. maka dari itu mengapa saya mengkategorikan keluarga itu ke dalam organisasi. Contoh lain lagi, misalkan RT & RW, karang taruna, dllnya.
Bagi saya di dalam berorganisasi itu penting banget akan yang namanya kekompakan dan komunikasi, karena kalo tidak ada kekompakan antar personil organisasi itu sendiri maka tinggal kita tunggulah itu organisasi runtuh. saya bisa bilang begini karena saya pernah coba untuk berorganisasi dulu ketika SMA, saya pernah ikut ROHIS ( rohani islam ) waktu itu saya menjabat sebagai pengurus masjid atau yang biasa dibilang Mas’ul ( tau dah salah apa bener yak :p )..tapi karena beberapa hal saya sebagai mas’ul tidak menjalin kekompakan dan komunikasi yang baik dengan anggota lainnya, alhasil pada angkatan saya ketika saya menjabat, saya rasa ROHIS ketika itu tidak berhasil dengan baik ( JELAS, karena salah saya juga, maap ya para temen2 saya :) ) maka dari itu saya keluar dari ROHIS, nah jadi kalo diliat dari pengalaman saya diatas dalam organisasi itu butuh banget itu 2 hal, ga boleh dipandang sepele mesti dijaga banget 2 hal tadi itu, kekompakan dan komunikasi.
itu kalo dari pengalaman saya di masa lampau, kalo saya liat organisasi-organisasi sekarang yang paling nonjol ya yang ada di tivi-tivi, isinya cuma yang itu2 aja sih ya karena cuma memang itu saja yang yang di ekspose sama media kita, dari ormas, organisasi politik2, dll. walaupun sebenernya banyak sih organisasi2 yang ada kaya yang kecil2 yang udah saya sebutkan diatas.
organisasi menurut saya tuh kaya pisau kalo dipakai untuk yang benar maka akan baiklah hasilnya, tapi kalo ngga dipake dengan benar ya wassalam lah hasilnya. makanya berorganisasi itu ngga mudah juga dan ngga susah juga sih..jadi dibilang ya gampang2 susah lah gimana kita juga nyikapinnya lah…
sekian dari saya, mohon maaf kalo saya sok tau atau apalah..namanya juga manusia, tempatnya salah..hehe..sekali lagi mohon dimaafkeun sebesar2nya..