Jumat, 19 November 2010

Gayus Potret Buram Hukum Kita

GAYUS Halomoan Tambunan betul-betul jadi bintang di penghujung tahun 2010 sehingga ada TV swasta nasional yang memberikan sebutan Gayus sebagai The News Maker.
Karena perannya, borok dan jaringan mafia perpajakan yang selama ini tidak pernah mencuat ke permukaan pun terbongkar dengan modus jejaring pengaturan besaran pajak para wajib pajak. Selain itu, miliader muda --hasil upeti wajib pajak-- karena kepintarannya mengatur besaran pajak para wajib pajak pun menjadi HL atau berita utama media elekronik saat tertangkapnya Gayus di Singapur di tengah petualangannya menghindari jeratan hukum.
Setelah diproses hukum hingga dijebloskan ke rumah tahanan Mako Brimob --karena masih dalam proses pengadilan, Gayus pun masih sempat menjadi pusat perhatian di seluruh kalangan mulai dari masyarakat lapisan bawah hingga Presiden. Sebab, di tengah keberadaanya dalam tahanan Rutan Mako Brimob, masih sempat “melancong” ke Bali menyaksikan pertandingan Tenis.
Para pakar dari berbagai kalangan pun bersuara keras menyikap bisanya Gayus yang “dikarangakeng” dilingkungan Brimob bisa dengan leluasai ke Bali liburan bersama keluarga setelah mengeluarkan “upeti” kepada petugas. Di antara komentar menyebutkan bahwa peristiwa Gayus liburan ke Bali merupakan salah satu potret buram penegakan hukum di Indonesia.
Begitu bebasnya Gayus melenggang keluar-masuk Rutan Mako Brimob bukanlah peristiwa baru, karena Gayus juga menyebut mereka yang menjadi tahanan terdahulu di Mako Brimob juga melakukan hal serupa. Kalau boleh ditarik kesimpulan sementara mencuatnya peristiwa Gayus ke Bali hanyalah segelintir cerita dari praktik buruknya mekanisme penegakan hukum di Indonesia. Kasus Gayus yang pelesiran ke Bali menggambarkan begitu sistematisnya kekuasaan negara “dijarah” demi kepentingan pihak-pihak tertentu.
Hukum di negara yang katanya negara hukum, bisa dibeli dan dijadikan tawar-menawar politik, ini tentunya sungguh naif sekali dan patut disesalkan dan bakal menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum selanjutnya. Indonesia benar-benar bisa dikatakan berduka dengan matinya hukum dan keadilan. Korupsi politik adalah fakta ke-Indonesiaan kita hari ini.
Peristiwa yang sangat memalukan ini tentunya harus menjadi perhatian semua pihak termasuk Presiden RI Soesilo Bambang Yudoyono (SBY). Sebab Presiden harus tetap memegang komitmen dengan program penegakan hukum yang berkeadian termasuk pemberantasan korupsi. Kalau ini tidak jadi perhatian Presiden dengan alasan tidak akan intervensi proses hukum, maka hanya dengan perjuangan yang hebat dan revolusioner, penegakan hukum di Indonesia bisa benar-benar berubah dan dikembalikan ke jalan yang benar.
Kita sangat sependapat dengan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD yang bersuara lantang dan menegaskan agar Presiden wajib ikut campur dalam soal penegakan hukum di Indonesia. Argumentasinya, Presiden ikut campur soal hukum itu wajib, yang tidak boleh itu adalah presiden mencampuri pengadilan.
Kalau Presiden tidak turun tangan dengan kewenangannya maka lembaga yang berkompetan akan masih tidak serius melakakukan pembersihan di lingkungannya dan akan jadi bergaining politik bagi pemain politik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar